Gorontalo – Sebagai bentuk keterbukaan informasi publik, Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM Gorontalo melaksanakan presentasi hasil analisis kebijakan dengan pemanfaatan SIPKUMHAM, Kamis (16/03).
Kegiatan diawali sambutan sekaligus pembukaan kegiatan oleh Kepala Kantor Wilayah Kemenkumham Gorontalo, Heni Susila Wardoyo.
Dalam sambutannya, Heni Susila Wardoyo menjelaskan bahwa SIPKUMHAM sebagai mesin riset yang berbasis artificial intelligence dibangun dengan inovasi crawling engine untuk mengumpulkan informasi yang bersumber dari internet, media daring dan sosial dengan pengumpulan data dilakukan secara otomatis dan setiap waktu.
Dimana dalam fitur SIPKUMHAM, data permasalahan mengenai kekerasan terhadap guru disekolah termuat dalam aplikasi SIPKUMHAM yang menggambarkan peristiwa mengenai
“Orang tua murid di Gorontalo balas cukur pitak guru yang cukur anaknya” (Sumber : Media Online DetikNews) dan “Viral orang tua siswa gunting paksa rambut guru, gara-gara rambut anaknya digunting” (Sumber : media online Tribun-medan.com).
Dari permasalahan tersebut, penelitian ini memfokuskan pada kategori pelayanan publik dengan judul “Perlindungan Hukum Terhadap Korban Kekerasan di Lingkungan Sekolah di Provinsi Gorontalo”.
“Penelitian yang telah dilaksanakan diharapakan dapat memberikan kontribusi terhadap pemikiran dan mendorong kebijakan dalam hal perlindungan hukum terhadap korban kekerasan kepada tenaga pendidik di lingkungan sekolah.” ujar Heni Susila Wardoyo.
Sebelum menutup sambutannya, Heni Susila Wardoyo menyampaikan ucapan terima kasih kepada narasumber dan tim pelaksana, serta seluruh peserta yang telah meluangkan waktu, pikiran, dan tenaga untuk hadir dalam kegiatan ini.
Baca juga:
Amankan Tiga Penjabret Handphone di Dompu
|
Kegiatan dilanjutkan dengan pemaparan materi oleh narasumber sekaligus pengolah data hasil penelitian, Dr. Hijrah Lahaling selaku Akademisi Hukum Universitas Ichsan Gorontalo.
Dalam kesempatan ini, Dr. Hijrah Lahaling menyampaikan bahwa berdasarkan bunyi pasal 14 dan pasal 39 UU No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, menunjukkan bahwa kekerasan di lingkungan sekolah tidak boleh terjadi.
Selain peserta didik, guru, orangtua peserta didik juga termasuk pihak yang akan mendapatkan sanksi jika melakukan kekerasan di lingkungan sekolah.
Jadi, siapapun pihak yang menjadi bagian dari lingkungan sekolah tidak boleh melakukan kekerasan, termasuk guru kepada siswa dan orangtua kepada guru.
Kegiatan ini dihadiri perwakilan Pemerintah Daerah di Provinsi Gorontalo, Dinas Pendidikan se Provinsi Gorontalo, perwakilan PGRI se Provinsi Gorontalo, serta perwakilan Kepala Sekolah SD dan SMP di Provinsi Gorontalo.
Dari hasil diskusi berujung menentukan rekomendasi guna pembuatan kebijakan di wilayah terkait perlindungan hukum terhadap kekerasan di lingkungan sekolah di Provinsi Gorontalo..(Adb)